klikwartaku.com
Beranda Nasional Tiga Tahun Tragedi Kanjuruhan, Amnesti sebut Keadilan Masih Kabur

Tiga Tahun Tragedi Kanjuruhan, Amnesti sebut Keadilan Masih Kabur

Tragedi Kanjuruhan

KLIKWARTAKU – Tiga tahun telah berlalu sejak Tragedi Kanjuruhan yang mengguncang dunia persepakbolaan Indonesia pada 1 Oktober 2022. Namun, hingga kini, keadilan bagi 131 korban jiwa dalam insiden maut tersebut belum juga terwujud. Desakan publik agar negara mengusut tuntas peristiwa berdarah itu terus menggema.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa negara telah gagal dalam dua hal mendasar: melindungi warganya dan mengungkap kebenaran. Ia menyesalkan lambannya proses hukum terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tragedi yang terjadi usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.

“Kami kembali mendesak negara untuk mengungkapkan fakta peristiwa dan menegakkan keadilan bagi mereka yang kehilangan anggota keluarga tercinta,”ungkap Hamid, Rabu 1 Oktober 2025.

Tragedi Kanjuruhan, menurut Usman, merupakan luka mendalam yang belum sembuh. Negara dinilai abai, bahkan setelah fakta menunjukkan adanya penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat.

“Nggak ada perubahan tanpa protes. Nggak ada perubahan tanpa perlawanan. Itulah yang terus dilakukan oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyebut lagu Kanjuruhan karya musisi Iwan Fals sebagai bentuk kritik terhadap sikap diam negara. Lagu yang dirilis pada 2023 itu menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan kelalaian struktural.

Sebelumnya, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pascatragedi telah merilis sejumlah temuan krusial. Anggota TGIPF, Nugroho Setiawan, menyampaikan bahwa Stadion Kanjuruhan tidak layak menggelar pertandingan dengan risiko tinggi.

Fasilitas stadion dinilai minim: tidak ada jalur evakuasi darurat, akses tangga sempit, dan sistem pengamanan yang buruk. Parahnya lagi, penggunaan gas air mata oleh polisi di dalam stadion turut memperparah situasi.

“Efek zat dalam gas air mata sangat luar biasa. Berdasarkan pemeriksaan dokter, luka akibat paparan gas itu membutuhkan waktu pemulihan paling cepat satu bulan,” kata Nugroho dalam konferensi pers pada 10 Oktober 2022.

Ia menambahkan, tim TGIPF bahkan sempat melihat langsung korban dengan luka yang berubah warna dari hitam ke merah akibat gas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan gas air mata untuk pengendalian massa di stadion adalah praktik berbahaya yang harus dihentikan.

Tragedi Kanjuruhan bukan sekadar insiden tunggal. Bagi para keluarga korban, tragedi ini adalah cerminan dari kegagalan sistemik dalam tata kelola sepak bola nasional. Dari praktik korupsi, tata kelola stadion yang buruk, hingga impunitas aparat, Kanjuruhan menjadi simbol krisis kemanusiaan yang nyata.

Meski waktu terus berjalan, keluarga korban, aktivis, dan masyarakat sipil menolak melupakan. Mereka terus menyuarakan keadilan yang belum datang dan menuntut pembaruan nyata dalam pengelolaan sepak bola Indonesia.***

Kunjungi Medsos Klikwartaku.com

Klik di sini
Bagikan:

Iklan