Anggota DPR RI: Sistem Peradilan Pidana Belum Mampu Bedakan Pengguna dan Bandar Narkoba
KLIKWARTAKU – Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta menyoroti masih lemahnya pemisahan perlakuan antara pengguna dan bandar narkotika dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Menurutnya, ketidakjelasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat overkapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di seluruh Indonesia.
“Pengguna narkoba seharusnya direhabilitasi, bukan dipenjara. Sementara bandar dan pengedar besar harus dihukum berat, bahkan hukuman mati. Pendekatan ini terbukti berhasil di negara seperti Portugal,” ujarnya.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menilai pengguna narkoba adalah korban jaringan peredaran gelap yang perlu mendapatkan pemulihan, bukan pidana. Sebaliknya, bandar harus mendapat hukuman tegas sebagai bentuk efek jera.
Ia mencontohkan keberhasilan beberapa negara Eropa, terutama Portugal, yang menerapkan dekriminalisasi pengguna dan fokus pada rehabilitasi serta pemberantasan bandar. Model ini berhasil menekan angka pengguna dan mengurangi kepadatan lapas.
“Jika konsep ini diterapkan serius, penjara bisa kosong. Bahkan beberapa penjara di Eropa sudah berubah fungsi karena tidak lagi dipenuhi narapidana narkoba,” tambahnya.
Dalam diskusi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Jawa Timur, Sudirta mengkritik inkonsistensi penegakan hukum, di mana pengguna sering dijerat pasal berat dan disamakan dengan bandar. Hal ini menurutnya memperparah masalah kepadatan lapas.
“Kita harus tegas membedakan pengguna yang bisa direhabilitasi dengan bandar yang harus dihukum berat. Tanpa pembedaannya, pemberantasan narkoba akan terus gagal,” tegasnya.
Sudirta juga meminta agar RKUHAP menjadi momentum memperbaiki politik hukum dalam penanganan narkotika dengan mengedepankan asas keadilan dan efisiensi. Pendekatan restorative justice perlu diperluas bagi pengguna, terutama kasus dengan kadar rendah atau untuk pemakaian pribadi.
“Restorative justice bukan hanya untuk pencurian ringan, tapi juga bisa diterapkan bagi penyalahgunaan narkoba. Rehabilitasi adalah jalan tengah antara keadilan dan kemanusiaan,” pungkasnya.
Kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Polda Jatim merupakan bagian dari evaluasi terhadap masalah hukum di daerah sekaligus menyerap aspirasi dalam penyusunan RKUHAP yang lebih modern dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia.***
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini