klikwartaku.com
Beranda Internasional Macron Tertekan Segera Tunjuk PM Baru di Tengah Krisis Politik dan Ancaman Demo Besar di Prancis

Macron Tertekan Segera Tunjuk PM Baru di Tengah Krisis Politik dan Ancaman Demo Besar di Prancis

Presiden Prancis Emmanuel Macron ditekan untuk segera menunjuk perdana menteri baru usai François Bayrou mundur. Krisis politik diperparah ancaman demo besar dan defisit anggaran. Foto: Tangkapan layar YouTube TIMES NOW

KLIKWARTAKU — Presiden Prancis Emmanuel Macron berada di bawah tekanan politik besar setelah Perdana Menteri François Bayrou resmi mengundurkan diri pada Selasa 9 September 2025 usai kalah dalam mosi tidak percaya di parlemen. Situasi ini memicu ketidakpastian politik baru di tengah defisit anggaran tinggi dan ancaman protes besar-besaran dari gerakan akar rumput Bloquons Tout atau “Mari Blokir Semua”.

Pemerintah Prancis berencana mengerahkan hingga 80.000 polisi untuk mengamankan aksi demonstrasi nasional pada Rabu 10 September 2025. Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau memperkirakan sekitar 100.000 orang dapat turun ke jalan, sebagian di antaranya kelompok yang disebutnya “terorganisir dan berpotensi melakukan kekerasan”.

Pengunduran diri Bayrou bukan kejutan, sebab parlemen Prancis yang terbelah menolak keras rencana pemangkasan anggaran €44 miliar setara dengan kurang lebih Rp765,6 triliun untuk menekan utang negara yang telah mencapai €3,3 triliun kurang lebih Rp57.420 triliun atau 114 persen dari PDB. Kini, Macron harus segera menunjuk perdana menteri kelima dalam masa jabatan keduanya sejak 2022.

Nama-nama calon pengganti Bayrou mulai bermunculan, dari Ketua Majelis Nasional Yaël Braun-Pivet hingga Menteri Pertahanan Sébastien Lecornu. Namun pengamat menilai Macron butuh figur yang bisa diterima kubu kiri-tengah demi memastikan kelancaran pembahasan anggaran baru.

Mantan PM Gabriel Attal yang juga sekutu Macron mendorong agar presiden mencari sosok teknokrat “negarawan” yang mampu merangkul semua faksi. Namun usulan itu ditolak mentah-mentah oleh pemimpin sayap kanan Marine Le Pen, yang justru mendesak pemilu baru.

Di sisi lain, Prancis juga menanti keputusan lembaga pemeringkat Fitch pada Jumat mendatang yang berpotensi menurunkan peringkat kredit negara. Hal ini dikhawatirkan menambah beban bunga utang di tengah gejolak sosial dan ekonomi.

Sementara itu, situasi semakin tegang setelah sembilan masjid di wilayah Paris ditemukan ditempeli kepala babi, sebuah aksi yang dikecam Wali Kota Anne Hidalgo sebagai “tindakan rasis”. Kepala Kepolisian Paris Laurent Nuñez mengaitkan insiden tersebut dengan kemungkinan intervensi asing, mengingat eksekusinya dilakukan serentak di beberapa lokasi.

Dengan ketidakpastian politik, risiko penurunan peringkat kredit, hingga ancaman aksi massa, Prancis kini berada di persimpangan krisis. Retailleau menegaskan, “Kita butuh perdana menteri yang bisa mewujudkan stabilitas – dan itu harus segera.” ***

Kunjungi Medsos Klikwartaku.com

Klik di sini
Bagikan:

Iklan