Trump Perintahkan Kapal Selam Nuklir Dekati Rusia, Moskow Pilih Diam: Ketegangan atau Drama?
KLIKWARTAKU — Dunia dikejutkan oleh pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengklaim telah memerintahkan dua kapal selam nuklir untuk bergerak mendekati wilayah Rusia. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap serangkaian komentar pedas mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, di media sosial.
Namun alih-alih membalas secara keras, Moskow justru memilih diam. Tidak ada pernyataan resmi dari Kremlin, Kementerian Luar Negeri Rusia, ataupun Kementerian Pertahanan. Tak ada pula pergerakan kapal selam nuklir Rusia yang diumumkan.
Sikap diam ini memunculkan dua kemungkinan: Rusia masih menganalisis situasi, atau menganggap pernyataan Trump tidak layak ditanggapi serius.
“Drama” di Media Sosial: Dari Ultimatum ke Ancaman Nuklir
Ketegangan dimulai dari komentar Trump yang mengurangi tenggat 50 hari bagi Rusia untuk menghentikan perang di Ukraina menjadi hanya dua minggu. Medvedev menanggapinya dengan menyebut Trump tengah “bermain ultimatum dengan Rusia”—dan bahwa setiap ultimatum baru adalah “ancaman dan langkah menuju perang”.
Trump pun meradang. “Beri tahu Medvedev, presiden gagal yang mengira dirinya masih berkuasa, agar berhati-hati dengan ucapannya. Dia sedang memasuki wilayah yang sangat berbahaya,” tulis Trump.
Medvedev tak tinggal diam. Ia membalas dengan referensi mengerikan: sistem “Dead Hand”, sistem balasan nuklir otomatis peninggalan era Soviet. Balasan inilah yang kabarnya memicu Trump mengeluarkan perintah kapal selam.
Namun bagi pengamat Rusia, reaksi Trump dianggap berlebihan. Seorang pensiunan letnan jenderal mengatakan pada harian Kommersant, “Itu cuma omong kosong. Begitulah cara dia mencari sensasi.” Seorang pakar keamanan bahkan meragukan Trump benar-benar mengeluarkan perintah militer formal.
Apakah Ini Hanya Gertakan?
Media Rusia mengingatkan bahwa Trump pernah melakukan hal serupa pada 2017, ketika ia mengklaim telah mengirim kapal selam nuklir ke Semenanjung Korea sebagai ancaman bagi Korea Utara—namun beberapa waktu kemudian justru duduk berdampingan dengan Kim Jong Un dalam pertemuan bilateral.
Mungkinkah ini juga sekadar gertakan menjelang negosiasi? Bisa jadi. Gaya Trump dikenal mengandalkan ketidakterdugaan sebagai taktik, baik dalam dunia bisnis maupun politik.
“Begitu mendengar kata ‘nuklir’, mataku langsung terbelalak. Ini ancaman tertinggi,” ujar Trump. Ia seolah menjustifikasi bahwa respons agresifnya adalah bentuk kehati-hatian ekstrem.
Namun banyak pihak mempertanyakan motif di balik langkah ini. Apakah ini bagian dari strategi mendesak Rusia untuk menyudahi perang di Ukraina? Atau hanya pelampiasan emosi karena komentar Medvedev terasa terlalu pribadi?
Medvedev: Dari Wajah Moderat ke Sosok Provokatif
Dulu, Medvedev dikenal sebagai figur reformis yang terkenal dengan kutipan “Kebebasan lebih baik daripada tidak ada kebebasan” saat menjabat presiden antara 2008 hingga 2012. Namun sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, ia berubah menjadi sosok provokatif dengan unggahan media sosial anti-Barat yang keras.
Biasanya, komentarnya hanya dianggap “angin lalu” oleh dunia internasional—namun kali ini, ia berhasil memancing reaksi langsung dari Presiden AS.
Ketegangan Global atau Pertunjukan Pribadi?
Apakah kita sedang menuju krisis nuklir ala era Perang Dingin versi abad ke-21? Sejauh ini, indikasinya tidak. Tidak ada peningkatan kesiagaan dari pihak Rusia, dan reaksi internal justru cenderung mengolok-olok Trump.
Namun tetap saja, fakta bahwa perdebatan media sosial antar politisi elite bisa memicu ancaman nuklir (betapapun simbolisnya) menjadi pengingat betapa sensitifnya hubungan internasional di era digital.
Apakah kapal selam itu benar-benar bergerak? Apakah ini langkah awal menuju dialog atau konfrontasi? Dunia masih menunggu jawaban yang lebih pasti—termasuk dari Moskow.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage