Politisi Pro-China di Taiwan Gagal Dilengserkan, Semua Anggota Oposisi Tetap Bertahan
KLIKWARTAKU — Pemungutan suara yang belum pernah terjadi sebelumnya di Taiwan untuk melengserkan politisi yang dianggap terlalu dekat dengan Tiongkok berakhir tanpa satu pun keberhasilan. Semua legislator dari partai oposisi Kuomintang (KMT) berhasil mempertahankan kursi mereka dalam apa yang disebut sebagai “Recall Besar” atau Dabamian.
Pada Sabtu 26 Juli, warga Taiwan di 24 distrik yang seluruhnya dikuasai oleh KMT memberikan suara dalam referendum sederhana: setuju atau tidak untuk mencopot legislator mereka. Meski prosesnya mencerminkan semangat demokrasi partisipatif, hasil awal menunjukkan mayoritas pemilih menjawab “tidak”, membuat semua anggota parlemen tetap menjabat.
Ketegangan Politik Memuncak
Pemungutan suara ini merupakan buntut dari kebuntuan politik yang terjadi setelah pemilu Januari 2024. Saat itu, rakyat Taiwan memilih William Lai dari Partai Progresif Demokratik (DPP) sebagai presiden. Namun memberi kendali legislatif kepada oposisi yang didominasi oleh KMT dan sekutunya, Taiwan People’s Party serta sejumlah independen.
Sejak itu, parlemen menjadi medan pertempuran kebijakan. Oposisi dinilai menghambat agenda pemerintahan DPP dan meloloskan berbagai undang-undang kontroversial, memicu gelombang protes dari masyarakat sipil.
Gerakan Bluebird dan Tuduhan Pro-China
Ketidakpuasan rakyat melahirkan Gerakan Bluebird (dinamai dari lokasi demonstrasi di Taipei) yang mengusung misi menggulingkan legislator yang dinilai mendukung agenda Beijing. KMT, yang selama ini dianggap lebih lunak terhadap Tiongkok, menjadi sasaran utama gerakan ini.
Kecurigaan meningkat saat sejumlah anggota KMT melakukan kunjungan resmi ke Tiongkok tahun lalu dan disambut oleh pejabat tinggi Partai Komunis China, Wang Huning. Meski KMT membantah adanya pengaruh dari Tiongkok, persepsi publik terlanjur terbentuk.
Recall Gagal, Polarisasi Meningkat
Dari 31 legislator yang menjadi target petisi recall, semuanya berasal dari KMT. Namun, tidak satu pun yang berhasil dicopot. Syarat pencopotan sangat ketat: lebih dari 50 persen suara “ya” dan jumlah pemilih harus mencapai setidaknya 25 persen dari total pemilih terdaftar di setiap distrik.
Hasil ini memperkuat dominasi oposisi di parlemen dan dianggap sebagai pukulan telak bagi aktivis pro-recall.
DPP dan Tuduhan Bermain di Balik Layar
Meski awalnya menjaga jarak, Partai DPP akhirnya menyatakan dukungan terhadap gerakan recall. Presiden William Lai menyebut bahwa DPP harus sejalan dengan kekuatan rakyat dan memerintahkan pejabat partainya membantu gerakan recall demi melindungi bangsa.
Di sisi lain, KMT menuduh bahwa DPP adalah dalang di balik Recall Besar, dengan tujuan menggulingkan hasil pemilu dan merebut kembali kekuasaan legislatif.
Beijing Ikut Bersuara
Pemerintah Tiongkok turut menanggapi, melalui Kantor Urusan Taiwan-nya, yang menuduh Presiden Lai menggunakan demokrasi sebagai kedok untuk kediktatoran dan berusaha membungkam oposisi dengan segala cara.
Putaran Selanjutnya dan Masa Depan Politik Taiwan
Recall Besar belum usai. Babak berikutnya dijadwalkan pada Agustus, melibatkan tujuh anggota legislatif lainnya. Banyak pengamat memperkirakan kegagalan recall ini hanya akan memperdalam polarisasi politik di Taiwan, serta mendorong politisi untuk mengambil langkah ekstrem demi mempertahankan kekuasaan.
Bagi rakyat Taiwan, demokrasi tetap hidup—meski kini dalam suasana yang semakin terbelah dan penuh kecurigaan.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage