Pertikaian Memanas di Perbatasan Thailand-Kamboja: Persahabatan Retak Picu Konflik Berdarah
KLIKWARTAKU — Konflik mematikan kembali meletus di perbatasan Thailand-Kamboja. Sedikitnya 15 orang dilaporkan tewas di pihak Thailand dan satu korban sipil di Kamboja. Ketegangan ini dipicu oleh ledakan ranjau yang melukai lima tentara Thailand, namun akarnya jauh lebih dalam—retaknya hubungan pribadi antara dua dinasti politik: Hun Sen dan keluarga Shinawatra.
Selama beberapa dekade, Thailand dan Kamboja berbagi sejarah panjang hubungan pasang surut, terutama terkait klaim atas wilayah perbatasan yang berhutan lebat. Meski sempat terjadi bentrokan besar pada 2008 dan 2011 yang menewaskan puluhan orang, kedua pihak kala itu berhasil menahan eskalasi. Namun, situasi kali ini berbeda.
Ketegangan bermula bulan lalu ketika mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, secara mengejutkan membocorkan rekaman percakapan pribadi dengan Perdana Menteri Thailand saat itu, Paetongtarn Shinawatra.
Dalam rekaman, Paetongtarn menyebut Hun Sen sebagai “paman” dan mengecam salah satu jenderalnya sendiri, memicu kemarahan publik Thailand. Tak lama, ia diskors dari jabatannya dan kini menghadapi petisi pemecatan di Mahkamah Konstitusi.
Bocoran ini menghancurkan hubungan yang telah terjalin erat selama puluhan tahun antara keluarga Hun dan Shinawatra. Di masa lalu, Thaksin Shinawatra (ayah Paetongtarn) bahkan mendapat perlindungan politik dari Hun Sen ketika menjadi buron di Thailand.
Namun kini, Hun Sen tampak mengambil langkah tegas untuk mempermalukan dan menjatuhkan pengaruh Thaksin yang mulai surut. Ia bahkan mengklaim memiliki dokumen rahasia yang bisa menjerat Thaksin dengan tuduhan menghina monarki—pelanggaran serius di Thailand.
Respon dari Thailand pun keras. Duta besar Kamboja diusir dan diplomat Thailand ditarik pulang. Sementara itu, penyelidikan terhadap jaringan bisnis ilegal yang diduga dikendalikan oleh tokoh-tokoh kuat Kamboja turut dilakukan. Perdagangan lintas batas senilai miliaran dolar ikut terhenti.
Di balik layar, banyak analis menilai bahwa ini adalah strategi politik Hun Sen untuk menguatkan posisi nasionalisnya di dalam negeri. Apalagi, Kamboja saat ini menghadapi tekanan ekonomi akibat pandemi, turunnya wisatawan Tiongkok, dan potensi sanksi tarif dari Amerika Serikat—situasi yang juga dihadapi Thailand.
Kedua negara kini berada di ambang krisis besar, dengan tidak adanya kepemimpinan kuat yang mampu meredakan situasi. Perdana Menteri Hun Manet, putra Hun Sen, dinilai belum cukup berpengaruh, sementara koalisi pemerintahan Thailand tengah diguncang isu ekonomi dan instabilitas politik.
ASEAN, sebagai blok regional, diharapkan dapat turun tangan dan menjalankan peran utamanya—mencegah konflik antaranggota. Namun, belum ada inisiatif konkret yang terlihat.
Pertanyaannya kini bukan hanya soal bagaimana konflik ini akan berakhir, tetapi mengapa Hun Sen memilih membakar jembatan persahabatan lama yang dahulu ia bangun sendiri. Sebuah langkah yang bisa menjadi bagian dari kalkulasi politik seorang veteran yang tahu kapan harus mengganti sekutu demi keuntungan baru.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage