Taiwan Diguncang Pemungutan Suara “Recall Besar”, Legislator Pro-China Terancam Dicopot
KLIKWARTAKU — Gelombang protes dan ketegangan politik melanda Taiwan seiring digelarnya pemungutan suara besar-besaran pada Sabtu 20 Juli, untuk mencabut mandat lebih dari dua lusin anggota legislatif yang dituding terlalu dekat dengan Tiongkok.
Gerakan ini dikenal sebagai The Great Recall atau Recall Besar, yang diyakini dapat mengubah keseimbangan kekuatan politik di negara demokrasi kepulauan tersebut.
Gerakan ini lahir dari kekecewaan publik atas dominasi parlemen oleh partai oposisi, Kuomintang (KMT), pasca pemilu Januari lalu. Meskipun kandidat dari Partai Progresif Demokratik (DPP), William Lai, terpilih sebagai presiden, mayoritas kursi legislatif justru dikuasai oposisi.
Sejak itu, kubu oposisi menggandeng Partai Rakyat Taiwan dan sejumlah independen untuk menggagalkan berbagai RUU pemerintah dan meloloskan undang-undang kontroversial. Termasuk pembatasan kekuasaan Mahkamah Konstitusi dan pengurangan anggaran pemerintah, yang memicu tudingan bahwa mereka merusak prinsip demokrasi Taiwan.
Gerakan Sipil Bangkit: Bluebird Movement
Kemarahan rakyat memuncak pada Mei 2024, ketika ribuan warga turun ke jalan dalam gerakan yang disebut Bluebird Movement, menuduh legislator oposisi menjalankan agenda tersembunyi Tiongkok di parlemen Taiwan.
“Gerakan sosial sebelumnya penting, tapi kali ini saya benar-benar marah,” ujar Deng Pu, seorang fotografer berusia 39 tahun yang kini aktif dalam kampanye recall. “Kita warga negara, dan kita harus memastikan sistem demokrasi kita tetap dijaga.”
Gerakan ini memulai petisi untuk mencabut mandat sejumlah anggota legislatif dari Kuomintang. Sebagai balasan, pendukung KMT meluncurkan kampanye serupa terhadap politisi DPP. Namun sejauh ini, 31 kursi yang berhasil masuk tahap pemungutan suara semuanya berasal dari kubu KMT.
Pemungutan Suara Nasional: “Ya atau Tidak”
Pada Sabtu, warga di 24 distrik memberikan suara untuk menentukan nasib legislator mereka. Sisa petisi akan dilanjutkan dalam pemungutan suara tahap kedua pada Agustus mendatang. Jika lebih dari 25 persen pemilih terdaftar hadir dan mayoritas menyetujui recall, maka kursi legislatif akan dikosongkan dan pemilu ulang digelar dalam 3 bulan.
DPP awalnya enggan dikaitkan dengan gerakan ini, namun akhirnya memberikan dukungan. Presiden Lai menegaskan bahwa DPP harus “berpihak pada kekuatan rakyat” dan menginstruksikan jajarannya untuk membantu kelompok pro-recall demi “melindungi negara.”
Hal ini memperkuat tuduhan oposisi bahwa DPP diam-diam merekayasa Recall Besar demi menggeser dominasi KMT di legislatif, meskipun para aktivis menolak keras tuduhan ini.
“Kami tidak peduli siapa yang menang dalam pemilu ulang. Yang penting, kami ingin parlemen yang normal dan tidak dikendalikan oleh Tiongkok,” ujar Deng.
Polarisasi Semakin Tajam
Sementara itu, KMT menggelar unjuk rasa tandingan dengan ribuan peserta, menyebut gerakan recall sebagai bentuk tirani demokrasi. Di Banqiao, spanduk-spanduk bertuliskan “Tolak Recall” dan video presiden disamakan dengan diktator Adolf Hitler menunjukkan betapa panasnya suhu politik.
Beijing pun ikut bersuara, menuduh Presiden Lai menjalankan kediktatoran terselubung dan menindas oposisi. Tuduhan ini senada dengan narasi KMT, yang menyebut recall sebagai cara licik untuk menyingkirkan lawan politik.
Namun banyak warga seperti Peggy Lin (43), seorang pekerja penitipan anak, mengaku bingung dan belum memahami isu yang sedang diperdebatkan. “Saya belum punya pendapat… mungkin saya akan memilih setelah membaca lebih lanjut.”
Dampak Jangka Panjang
Pengamat memperkirakan bahwa Recall Besar akan meninggalkan jejak mendalam dalam politik Taiwan. Polarisasi kemungkinan memburuk, namun juga membuka ruang baru bagi aktivisme sipil.
“Ini memperkuat kesadaran bahwa masa jabatan empat tahun bukanlah hak absolut, melainkan tergantung pada kinerja,” kata Wen-ti Sung dari Australian National University.
Ian Chong dari Carnegie China menambahkan, “Jika banyak recall berhasil, ini jadi sinyal bahwa politisi harus lebih peka terhadap suara publik. Tapi jika gagal, mereka bisa semakin semena-mena.”
Apapun hasilnya, pemungutan suara ini menandai babak baru dalam perjalanan demokrasi Taiwan—di mana rakyatnya semakin vokal dalam menentukan arah masa depan bangsa.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage