Komisi 20% Tak Masalah, Kata Driver Grab Kalbar: Sistem Sudah Seimbang
KLIK WARTAKU – Di tengah demo tuntutan sebagian pengemudi ojek online (ojol) untuk menurunkan komisi aplikator dari 20 persen menjadi 10 persen, komunitas pengemudi Grab mobil Kalimantan Barat justru mengambil sikap berbeda. Dua komunitas besar, yaitu Nyongkoy Line Community dan WOC Community, menyatakan dukungan bulat terhadap skema potongan 20 persen yang telah diterapkan selama ini.
Menurut mereka, skema tersebut terbukti menciptakan sistem yang seimbang dan menguntungkan bagi aplikator, mitra pengemudi, hingga konsumen.
“Komisi 20 persen bukan beban. Itu investasi kami sebagai mitra untuk ekosistem yang adil dan berkelanjutan,” ujar Indra Sulistyanto, Ketua Nyongkoy Line Community, yang membawahi ratusan driver aktif Grab mobil di Pontianak dan sekitarnya.
Indra menilai bahwa potongan itu justru menjadi sumber dari berbagai layanan dan proteksi yang sangat dibutuhkan oleh mitra di lapangan: mulai dari asuransi kecelakaan, promo pelanggan, bantuan CS yang cepat, hingga perlindungan saat terjadi kendala operasional.
“Semua itu tidak datang gratis. Kami sadar potongan komisi adalah bagian dari ongkos sistem,” tegasnya.
Senada, Ihsan Kurniawan dari WOC Community memperingatkan bahwa penurunan komisi secara sepihak justru bisa merusak keseimbangan ekosistem. Ia khawatir jika aplikator kehilangan ruang fiskal, maka promo akan hilang, perlindungan dikurangi, dan pada akhirnya order menjadi sepi.
“Kalau aplikator dilemahkan, siapa yang rugi duluan? Kami, para mitra. Jangan rusak sistem yang sudah jalan hanya karena tekanan dari oknum yang bahkan tidak lagi aktif narik,” ujarnya lantang.
Kedua komunitas itu menyoroti bahwa sebagian besar narasi yang menuntut pemangkasan komisi justru didorong oleh kelompok yang sudah tidak lagi aktif di lapangan. Sementara mereka yang bekerja setiap hari justru merasakan langsung manfaat dari sistem yang sekarang berlaku.
“Kalau keputusan lahir dari ruang tertutup tanpa mendengar mitra aktif, itu berbahaya. Kita butuh kebijakan dari realitas, bukan dari opini,” kata Ihsan.
Lebih jauh, para driver menyebut komisi 20 persen sebagai bentuk “gotong royong digital”—bagian dari keseimbangan antara profit perusahaan dan kesejahteraan mitra. Stabilitas aplikator disebut menjadi jaminan langsung atas kelangsungan penghasilan ribuan pengemudi di Indonesia.
“Kalau sistem kuat, kami bisa tidur nyenyak. Tapi kalau sistem diganggu karena kepentingan politik, kami yang paling dulu kehilangan pekerjaan,” ujar Indra.
Kedua komunitas meminta agar pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, lebih berhati-hati dalam merespons isu ini. Mereka menegaskan bahwa keputusan apa pun terkait struktur komisi seharusnya melalui dialog terbuka dengan driver aktif, bukan hanya tekanan massa.
Komunitas Nyongkoy Line dan WOC juga memastikan diri tidak akan ikut aksi nasional pada 21 Juli 2025 yang diinisiasi oleh Garda. Mereka menyatakan aksi tersebut tidak mewakili aspirasi mereka yang ingin bekerja dalam sistem yang stabil dan saling menguntungkan.
“Komisi 20 persen sudah terbukti menciptakan ekosistem yang adil. Biarkan sistem ini terus berjalan,” tutup pernyataan bersama mereka.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage