klikwartaku.com
Beranda Ekonomi Ekspor Baja RI Menembus AS, Tata Metal Naikkan Volume hingga 133%

Ekspor Baja RI Menembus AS, Tata Metal Naikkan Volume hingga 133%

Ilustrasi pekerja di pabrik baja. (Dibuat menggunakan Google Gemini)

 

KLIK WARTAKU – Industri baja nasional menunjukkan ketangguhannya di tengah dinamika global.

PT Tata Metal Lestari (TML) sukses menembus pasar Amerika Serikat (AS) dengan mengekspor produk baja lapis senilai USD12,6 juta atau setara 10.000 ton dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (18/7).

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut ekspor ini sebagai bukti nyata daya saing industri nasional, meskipun AS menerapkan tarif impor tinggi hingga 50% terhadap baja, jauh di atas rata-rata 19% untuk produk lain.

“Indonesia masih mendapat perlakuan tarif yang relatif lebih baik. Ini hasil keberhasilan diplomasi Presiden Prabowo dengan Presiden AS Donald Trump,” ujar Agus.

Ia menegaskan bahwa ekspor harus menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi nasional bersama konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah.

Sepanjang 2025, TML menargetkan ekspor 69.000 ton baja, naik 133% dibanding 2024. VP Operations TML Stephanus Koeswandi menyebut ekspor ke AS dimulai sejak Oktober 2024 dan akan terus ditingkatkan.

“Bulan ini saja kami kirim 10.000 ton, naik signifikan dari Februari lalu yang baru 5.000 ton,” ungkapnya.

Tiga produk utama yang diekspor yakni BJLAS (Nexalume), BJLS (Nexium), dan BJLS Warna (Nexcolor) yang digunakan sebagai bahan baku konstruksi di AS.

Menperin juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pelaku industri hilir seperti TML dengan sektor hulu, khususnya PT Krakatau Steel yang memasok baja lembaran dingin (CRC). Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar Djohan, menyebut sinergi ini krusial dalam membangun ekosistem industri baja nasional.

“Pasar ekspor kini menjadi tulang punggung kinerja Krakatau Steel Group. Setelah Polandia, kami akan ekspansi ke pasar Eropa lainnya,” kata Akbar.

Agus berharap capaian ini menjadi bukti bahwa industri nasional belum memasuki era deindustrialisasi.

“Ini momentum untuk memperluas pasar sekaligus menjaga dominasi di dalam negeri yang saat ini masih menyerap 80% output manufaktur nasional,” tegasnya.

Pemerintah berkomitmen melanjutkan kebijakan hilirisasi dan mendukung pelaku industri dalam menciptakan produk bernilai tambah tinggi, ramah lingkungan, serta memenuhi standar global.

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan