klikwartaku.com
Beranda Lifestyle Mahasiswa Bukan Cuma Kuliah, Saatnya Jadi Penjaga Arah Kebijakan Pendidikan

Mahasiswa Bukan Cuma Kuliah, Saatnya Jadi Penjaga Arah Kebijakan Pendidikan

Foto seorang mahasiswa membaca buku

KLIKWARTAKU – Mahasiswa kerap disebut sebagai agent of change. Tapi, seiring berjalannya waktu, label itu sering kali hanya jadi jargon yang digaungkan saat ospek atau seminar kampus. Padahal, di tengah dinamika kebijakan pendidikan yang silih berganti dari kurikulum, sistem ujian nasional, hingga biaya kuliah peran mahasiswa seharusnya tidak berhenti di ruang kelas saja.

Bicara soal kebijakan pendidikan, Indonesia tak pernah kekurangan polemik. Dari kenaikan UKT yang bikin dompet mahasiswa megap-megap, sampai kebijakan kampus merdeka yang masih belum sepenuhnya merdeka di praktiknya. Di sinilah mahasiswa semestinya hadir bukan hanya sebagai penonton, tapi pengawal arah perubahan.

Kritik Bukan Sekadar Teriak

Mengkritik kebijakan bukan berarti anti-pemerintah. Mahasiswa perlu paham: kritik yang konstruktif itu justru bagian dari demokrasi. Ketika mahasiswa turun ke jalan atau membuat petisi soal kenaikan biaya pendidikan, itu bukan semata aksi reaktif. Di balik itu, ada keresahan yang nyata, ada suara yang mewakili mereka yang tidak terdengar.

Tapi, tentu saja, kritik perlu disertai pemahaman. Mahasiswa perlu membekali diri dengan data, diskusi, dan kajian ilmiah. Bukan hanya asal ikut-ikutan demo demi konten Instagram.

Ruang Akademik Adalah Panggung Awal

Mengawal kebijakan pendidikan tak selalu harus lewat demonstrasi besar. Forum diskusi kampus, tulisan opini di media, atau riset kecil-kecilan bisa jadi awal. Mahasiswa bisa menulis tentang ketimpangan akses pendidikan, dampak kebijakan zonasi, atau bahkan menelisik efek jangka panjang dari kurikulum yang berubah tiap periode.

Banyak yang lupa, bahwa tulisan atau riset mahasiswa bisa sampai ke tangan para pengambil kebijakan asal disampaikan dengan cara yang tepat dan dalam ruang yang strategis.

Peran Organisasi Mahasiswa

Organisasi intra maupun ekstra kampus punya potensi besar. BEM, HIMA, PMII, HMI, GMNI, dan lainnya sebenarnya bisa jadi jembatan antara aspirasi mahasiswa dan pemerintah. Sayangnya, tak sedikit yang justru sibuk dengan dinamika internal, lupa bahwa tugas utamanya adalah menyuarakan kepentingan publik, termasuk soal pendidikan.

Bayangkan kalau setiap organisasi mahasiswa bersatu untuk menyusun kajian kebijakan dan audiensi ke kementerian pendidikan, bukan tidak mungkin suara mahasiswa jadi lebih didengar dan punya daya tekan.

Mahasiswa Adalah Korban dan Sekaligus Pelaku Perubahan

Kita tidak bisa menutup mata bahwa mahasiswa sering jadi korban kebijakan pendidikan yang tidak tepat sasaran. Tapi di saat yang sama, mereka juga adalah kelompok intelektual yang punya kesempatan untuk mengubah keadaan. Bukan hanya lewat aksi, tapi juga inovasi.

Misalnya, mahasiswa teknik bisa menciptakan aplikasi yang membantu siswa di daerah terpencil belajar. Mahasiswa hukum bisa memberi penyuluhan tentang hak-hak pendidikan. Mahasiswa ekonomi bisa menyusun model pembiayaan pendidikan yang lebih adil. Semua bisa ambil peran.

Saatnya Tidak Apatis

Akhirnya, semua kembali pada pilihan. Mahasiswa bisa memilih untuk diam, kuliah, lulus, lalu cari kerja. Tapi mahasiswa juga bisa memilih untuk menjadi bagian dari sejarah mengawal arah kebijakan pendidikan agar benar-benar berpihak pada rakyat.

Karena percayalah, perubahan besar sering dimulai dari suara-suara kecil yang berani bersuara.

Opini : HaDin

 

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan