klikwartaku.com
Beranda Internasional 30 Tahun Tragedi Srebrenica: Luka Belum Sembuh, Ketegangan Masih Membara

30 Tahun Tragedi Srebrenica: Luka Belum Sembuh, Ketegangan Masih Membara

Ilustrasi Tiga dekade telah berlalu sejak dunia menyaksikan salah satu tragedi kemanusiaan paling kelam di Eropa pasca-Perang Dunia II: pembantaian Srebrenica.

KLIKWARTAKU — Tiga dekade telah berlalu sejak dunia menyaksikan salah satu tragedi kemanusiaan paling kelam di Eropa pasca-Perang Dunia II: pembantaian Srebrenica. Namun hingga hari ini, luka yang ditinggalkan masih terasa dalam. Terutama bagi para keluarga korban dan masyarakat Bosnia yang menuntut keadilan dan pengakuan sejarah.

Di Sarajevo, teater Perang Sarajevo menampilkan pementasan perdana drama “Flowers of Srebrenica”, yang menggambarkan trauma, kesedihan, dan pencarian tak berujung para keluarga korban.

Di atas panggung, para aktor mengais tanah, menemukan jam tangan, sandal, dan serpihan kenangan dari masa lalu yang brutal. Tepuk tangan meriah menyambut akhir pementasan, tetapi di wilayah tetangga, Republika Srpska, narasi ini masih diperdebatkan.

“Saya kira setelah 30 tahun, kita akan lebih waras,” ujar aktris utama Selma Alispahić, yang juga merupakan mantan pengungsi konflik Bosnia.

Masa Lalu yang Tak Bisa Diredam

Pada Juli 1995, pasukan Serbia-Bosnia di bawah komando Jenderal Ratko Mladić merebut kota Srebrenica, yang saat itu berada di bawah perlindungan PBB. Alih-alih aman, sekitar 8.000 pria dan anak laki-laki Muslim Bosnia dibantai secara sistematis. Mayat mereka dikubur massal, kemudian digali ulang dan disebar ke berbagai lokasi untuk menutupi jejak kejahatan.

DNA dan benda-benda pribadi seperti pakaian dan jam tangan menjadi satu-satunya petunjuk bagi ribuan keluarga yang hingga kini masih mencari jasad anggota keluarga mereka.

Politik Identitas dan Penyangkalan Genosida

Meskipun pengadilan internasional di Den Haag telah memvonis Mladić dan Radovan Karadžić bersalah atas kejahatan genosida, para pemimpin di Republika Srpska masih menyangkal pembantaian Srebrenica sebagai genosida.

Presiden entitas itu, Milorad Dodik, bahkan mencoba menarik diri dari institusi nasional Bosnia dan memperkuat kekuasaan lokal melalui berbagai undang-undang kontroversial. “Bermain-main dengan memori 1990-an sangat berbahaya,” kata Christian Schmidt, Perwakilan Tinggi Internasional untuk Bosnia.

Ia menyerukan agar Uni Eropa memperkuat kehadiran pasukan penjaga perdamaian (EUFOR) untuk menjaga stabilitas kawasan.

Kenangan dan Ketakutan yang Kembali Menghantui

Di Sarajevo, layar digital menyerukan untuk “Ingat Srebrenica”, sementara konvoi membawa tujuh jenazah korban yang baru diidentifikasi untuk dimakamkan di Pemakaman Potočari. Namun hanya 15 menit dari sana, di Sarajevo Timur wilayah Republika Srpska, tak ada satu pun simbol atau upaya penghormatan.

Di sisi lain, masyarakat tetap menunjukkan solidaritas. Ratusan pesepeda, pelari, dan pengendara motor dari seluruh Bosnia datang ke pusat peringatan sebagai bentuk penghormatan.

“Ketegangan politik saat ini membuat kami merasa tidak aman. Orang tua saya bilang, ini seperti tahun 1992 lagi,” ujar Mirela Osmanović, staf pusat memorial yang kehilangan dua kakaknya dalam tragedi tersebut.

Masa Depan yang Masih Buram

Meskipun ada harapan melalui peringatan, dukungan internasional, dan suara-suara yang tak lelah memperjuangkan keadilan, masa depan rekonsiliasi Bosnia masih jauh dari pasti. Polarisasi politik berbasis etnis terus menghambat proses penyembuhan nasional.

“Kami khawatir tentang masa depan kami,” tutup Osmanović dengan suara lirih, menyuarakan ketakutan banyak warga Bosnia yang hidup dalam bayang-bayang masa lalu yang belum selesai.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan