Kematian Warga Etnis Hongaria Picu Ketegangan Baru antara Ukraina dan Budapest
KLIKWARTAKU — Kematian Jozsef Sebestyen, seorang pria berusia 45 tahun yang merupakan warga etnis Hongaria di Ukraina dan juga memegang kewarganegaraan ganda, memicu ketegangan diplomatik antara pemerintah Hongaria dan Ukraina.
Ia meninggal dunia pada 8 Juli 2025 di rumah sakit jiwa Berehove, hanya beberapa minggu setelah ia dipaksa masuk wajib militer oleh tentara Ukraina.
Menurut kesaksian keluarganya yang dilaporkan media Hongaria, Sebestyen dipukuli dengan batang besi setelah direkrut paksa pada 14 Juni. Ia mengaku disiksa dan diancam akan dikirim ke garis depan jika tidak menandatangani dokumen tertentu.
“Mereka membawa saya ke hutan bersama banyak pria lain dan mulai memukuli saya. Pukulan diarahkan ke kepala dan tubuh. Rasanya sangat sakit, saya tidak bisa bergerak,” ujarnya dalam kutipan dari media tersebut.
Pemerintah Hongaria Kecam Keras, Ukraina Bantah Dugaan Penyiksaan
Menanggapi insiden ini, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban mengunggah pernyataan keras di Facebook: “Seorang warga Hongaria dipukuli hingga tewas di Ukraina, hanya beberapa kilometer dari perbatasan kami. Negara yang membiarkan ini terjadi tidak pantas menjadi anggota Uni Eropa.”
Tak lama kemudian, Kementerian Pertahanan Ukraina mengeluarkan bantahan resmi. Mereka menegaskan bahwa tidak ditemukan luka fisik berdasarkan laporan akhir rumah sakit dan menolak segala tuduhan terkait kerja paksa, penyiksaan, atau pelanggaran HAM.
“Kami terbuka untuk penyelidikan transparan berdasarkan hukum Ukraina,” tulis pernyataan resmi militer.
Wajib Militer Paksa dan Tuduhan Kekerasan Jadi Sorotan
Insiden ini membuka kembali perdebatan mengenai praktik wajib militer paksa di Ukraina di tengah perang berkepanjangan melawan Rusia. Pria berusia 18–60 tahun dilarang meninggalkan negara, dan mereka yang menolak bisa dikenai sanksi berat.
“Saya sering mendengar dari keluarga korban bahwa pakaian mereka kembali dengan bercak darah. Situasinya makin memburuk dua bulan terakhir,” ungkap seorang perempuan etnis Hongaria yang tinggal di Transcarpathia.
Ia juga menyebut bahwa dokumen medis penghindar wajib militer sering diabaikan, dan orang-orang langsung diangkut secara paksa. Bahkan, sejumlah besar uang disebut diminta untuk membebaskan seseorang dari dinas militer.
Kritikus Pemerintah dan Jurnalis Juga Jadi Sasaran?
Kasus Oleh Dyba, jurnalis senior sekaligus pemimpin redaksi Zakarpattya Online, turut memperkuat kekhawatiran. Ia kini menjalani aksi mogok makan di tahanan militer, dan mengklaim bahwa dirinya ditangkap karena menulis laporan investigasi sensitif mengenai proyek turbin angin di Pegunungan Carpathia.
Ribuan Aduan, Puluhan Perekrut Militer Diproses Hukum
Ombudsman HAM Ukraina, Dmytro Lubynets, mengungkapkan pada 2024, pihaknya menerima 3.500 pengaduan terkait pelanggaran dalam proses wajib militer, dan lebih dari 2.000 kasus baru telah tercatat tahun ini. “Lebih dari 50 perekrut telah dijerat proses hukum,” katanya.
Namun sejak Ukraina memberlakukan darurat militer pada Februari 2022, hak menolak wajib militer karena alasan hati nurani telah dicabut, sebuah kebijakan yang dikritik keras oleh komunitas internasional.
Komisi Venesia dari Dewan Eropa pada Maret 2025 menegaskan bahwa: “Negara wajib menyediakan layanan alternatif yang terpisah dari sistem militer, tidak bersifat menghukum, dan memiliki batas waktu yang wajar.”
Ketegangan Diplomatik Masih Memanas
Perseteruan ini terjadi di tengah hubungan yang memang tegang antara pemerintahan Orban dan Zelensky. Sebelumnya, skandal mata-mata menyebabkan penangkapan dan pengusiran diplomat di kedua negara.
Pada akhir Juni, pemerintah Hongaria bahkan menggelar konsultasi nasional yang hasilnya menunjukkan lebih dari 2 juta warga menolak Ukraina bergabung ke Uni Eropa.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage