Tolak Tarif Impor 30 Persen Trump, Ramaphosa: Keputusan Sepihak yang Merugikan
KLIKWARTAKU — Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, secara tegas menolak keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan tarif impor baru sebesar 30 persen terhadap produk asal Afrika Selatan mulai 1 Agustus 2025.
Kebijakan ini dinilai Ramaphosa sebagai langkah sepihak yang tidak mencerminkan data perdagangan yang sebenarnya, serta berpotensi mengguncang sektor-sektor utama seperti otomotif, pertanian, dan tekstil yang selama ini menikmati akses bebas bea ke pasar AS melalui skema African Growth and Opportunity Act (AGOA).
“Tarif ini tidak mencerminkan keseimbangan perdagangan yang sesungguhnya antara Afrika Selatan dan Amerika Serikat,” tegas Ramaphosa dalam pernyataannya, seraya menyebut bahwa lebih dari separuh barang AS yang diimpor ke negaranya dibebaskan dari pajak.
Tarif 30 Persen: Akhir dari AGOA?
Trump, dalam suratnya kepada Ramaphosa, mengklaim hubungan dagang antara AS dan Afrika Selatan jauh dari saling menguntungkan. Ia menyebut kebijakan tarif dan non-tarif Afrika Selatan sebagai hambatan bagi produk AS, dan mengatakan bahwa tarif tersebut dapat berubah naik atau turun tergantung pada hubungan kedua negara.
“Mulai 1 Agustus 2025, semua produk asal Afrika Selatan akan dikenakan tarif 30 persen, terpisah dari tarif sektoral lainnya,” tulis Trump.
Jika Afrika Selatan membalas dengan menaikkan tarifnya, kata Trump, besaran tambahan tersebut akan ditumpuk di atas tarif 30 persen yang sudah ditetapkan.
Pukulan Bagi Ekonomi Afrika Selatan
AS adalah mitra dagang terbesar kedua bagi Afrika Selatan. Menteri Pertanian John Steenhuisen mengisyaratkan keputusan ini bisa menjadi sinyal berakhirnya AGOA untuk negaranya.
“Ini saatnya reformasi ekonomi dipercepat agar kami bisa memenuhi syarat perdagangan dengan mitra global,” katanya di parlemen.
Trump sendiri menganggap kebijakan tarif ini sebagai cara melindungi industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja bagi warga Amerika. Namun banyak pihak menilai langkah ini semakin merusak hubungan antara Washington dan Pretoria.
Hubungan yang Memburuk
Hubungan antara kedua negara memang terus memburuk sejak Trump menjabat. Ia sempat menghentikan bantuan ke Afrika Selatan dengan menuduh pemerintah Ramaphosa melakukan diskriminasi terhadap warga kulit putih, sebuah klaim yang terus dibantah oleh pemerintah Afrika Selatan.
Upaya rekonsiliasi sempat dilakukan Ramaphosa saat bertemu Trump pada Mei lalu, namun tidak banyak membawa perubahan. Trump tetap membawa isu sensitif seperti pembunuhan petani kulit putih dan mempertahankan tekanan melalui kebijakan perdagangan.
Diplomasi Masih Jadi Harapan
Meski diterpa ketegangan, Ramaphosa menegaskan negosiasi masih berlangsung antara kedua negara. Ia berharap solusi yang lebih seimbang dan saling menguntungkan bisa dicapai melalui jalur diplomasi.
“Kami akan terus bekerja untuk menciptakan hubungan dagang yang adil dan saling menguntungkan,” kata Ramaphosa.
Tarif baru ini seharusnya berlaku pada 9 Juli lalu, namun sempat ditangguhkan selama 90 hari untuk membuka ruang negosiasi. Kini, dengan tenggat baru ditetapkan pada 1 Agustus, waktu semakin menipis bagi kedua negara untuk menyelesaikan sengketa ini sebelum dampaknya dirasakan penuh oleh sektor industri dan masyarakat luas.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage