Presiden Kenya Bangun Gereja Megah di Istana Kepresidenan, Warga Kritik: Negara Ini Bukan Milik Satu Agama!
KLIKWARTAKU – Presiden Kenya, William Ruto, kembali menjadi sorotan publik setelah mengumumkan pembangunan sebuah gereja megah di kompleks resmi kediaman kepresidenan di Nairobi. Ruto mengklaim bahwa ia akan membiayai sendiri proyek rumah ibadah berkapasitas 8.000 orang itu, namun publik mempertanyakan urgensi dan legalitas proyek tersebut.
“Saya tidak akan meminta maaf kepada siapa pun karena membangun gereja. Kalau setan marah, biarkan dia marah. Dia bisa lakukan apa yang dia mau,” ujar Ruto saat menyampaikan pidatonya yang penuh keyakinan di hadapan para politisi, Jumat 4 Juli 2025.
Pernyataan tersebut menuai kritik keras dari berbagai kalangan. Banyak warga menilai ucapan Ruto tidak pantas dan justru memperlihatkan kecenderungan mencampuradukkan agama dan negara, yang dianggap bertentangan dengan konstitusi Kenya yang sekuler.
Desain Gereja Negara Beredar, Biaya Capai Rp140 Miliar
Harian ternama Kenya, Daily Nation, bahkan membocorkan gambar desain arsitektur gereja yang akan dibangun. Gedung tersebut tampak megah, dengan jendela kaca patri berwarna-warni dan luas yang cukup untuk ribuan jemaat. Estimasi biaya pembangunannya disebut mencapai $9 juta atau sekitar Rp140 miliar.
Meski Ruto bersikeras bahwa ia akan membiayainya secara pribadi, pertanyaan besar pun muncul: apakah seorang presiden boleh membangun rumah ibadah pribadi sebesar itu di lahan milik negara?
Kritik Muncul dari Semua Arah: Ini Bukan Negara Kristen Saja
Anggota parlemen dan aktivis lintas agama turut menyuarakan keprihatinan. Dalam surat terbuka, seorang anggota parlemen menyebut, “Kenya bukan negara Kristen. Negara ini milik semua agama.”
Walaupun 85 persen warga Kenya beragama Kristen, sekitar 11 persen adalah Muslim, ditambah komunitas Hindu dan pemeluk kepercayaan lokal lainnya. Tidak ada masjid, pura, atau rumah ibadah agama lain di kompleks kepresidenan, yang memicu pertanyaan tentang inklusivitas dan toleransi beragama.
“Kalau memang ada gereja di Istana Negara, lalu kenapa tidak ada tempat ibadah untuk Muslim, Hindu, atau pemeluk agama leluhur?” sindir seorang tokoh masyarakat di Nairobi.
Istana Kepresidenan dan Gereja: Simbol atau Pelanggaran?
Ruto membela diri dengan mengatakan bahwa gereja tersebut sebenarnya sudah ada sejak ia menjabat, namun masih sangat sederhana. “Saya tidak mulai membangun gereja ini setelah masuk ke State House. Saya hanya memperbaiki gereja lama yang sebelumnya hanya berupa bangunan seng. Apakah itu pantas disebut gereja di lingkungan kenegaraan?” katanya.
Namun bagi sebagian masyarakat, pernyataan tersebut tetap tidak menjawab pertanyaan fundamental: apakah proyek itu mencerminkan semangat keberagaman dan kenegaraan yang seharusnya netral dari pengaruh agama?
Polemik ini pun semakin memperkeruh citra Presiden Ruto yang belakangan banyak dikritik karena gaya kepemimpinannya yang dianggap populis-religius dan kurang sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat.
Saat masyarakat Kenya masih bergelut dengan lonjakan harga pangan dan biaya hidup yang mencekik, pembangunan gereja raksasa di halaman rumah kepresidenan (betapapun dibiayai secara pribadi) terasa seperti ironi.
Apakah pembangunan gereja ini akan menjadi simbol spiritual kenegaraan atau justru menandai kemunduran dalam prinsip kebhinekaan Kenya? Waktu yang akan menjawab.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage