klikwartaku.com
Beranda Internasional 27 Negara Uni Eropa Gagal Suarakan Sikap Bersama soal Gaza

27 Negara Uni Eropa Gagal Suarakan Sikap Bersama soal Gaza

Ilustrasi negara-negara tergabung dalam Uni Eropa

KLIKWARTAKU – Para demonstran yang mengibarkan bendera Palestina di luar gedung Uni Eropa di Brussels berharap akan ada perubahan besar. Sebuah laporan Uni Eropa yang disampaikan kepada para menteri luar negeri menyebutkan ada indikasi Israel telah melanggar kewajiban hak asasi manusia berdasarkan Perjanjian Asosiasi UE-Israel, menjelang KTT para pemimpin Uni Eropa pada Kamis, 27 Juni 2025.

Uni Eropa adalah mitra dagang terbesar Israel, dan para demonstran menuntut agar UE menangguhkan perjanjian dagang yang telah berusia 25 tahun itu sebagai bentuk protes atas tindakan Israel di Gaza. Namun, harapan mereka pupus. Meski laporan tersebut telah dipublikasikan, perpecahan yang dalam antarnegara anggota UE membuat kesepakatan untuk menangguhkan perjanjian itu gagal tercapai.

Lebih dari 100 LSM dan lembaga amal telah menyatakan dukungan terhadap protes ini. Dalam 20 bulan operasi militer Israel, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, lebih dari 55.000 warga Palestina tewas dan 1,9 juta lainnya mengungsi.

Pada Maret, Israel sempat menghentikan total pengiriman bantuan kemanusiaan, yang baru dilonggarkan setelah 11 minggu akibat tekanan dari AS dan peringatan para ahli bahwa setengah juta orang menghadapi kelaparan.

Namun sejak itu, menurut PBB, lebih dari 400 warga Palestina tewas oleh tembakan atau serangan Israel saat mencoba mengakses pusat distribusi makanan yang didukung AS dan Israel. Sebanyak 90 orang lainnya tewas ketika mencoba mendekati konvoi bantuan PBB dan organisasi lain.

“Semua garis merah telah dilanggar di Gaza,” kata Agnes Bertrand-Sanz dari Oxfam, seraya menyerukan setiap aturan telah diingkari maka sudah saatnya Uni Eropa bertindak.

Ketika laporan tersebut diumumkan, Kepala Kebijakan Luar Negeri UE, Kaja Kallas, diminta menjelaskan langkah selanjutnya. Ia mengatakan tujuan pertama UE adalah mengubah situasi di lapangan. Jika tidak berhasil, langkah selanjutnya termasuk pembahasan penangguhan perjanjian pada bulan depan.

Namun, tanggapannya dianggap lemah dan tidak tegas. Banyak LSM mengecam Uni Eropa karena menyia-nyiakan momentum untuk bertindak. Kementerian Luar Negeri Israel menyebut tinjauan tersebut sebagai “kegagalan moral dan metodologis total.”

Suara Besar, Dampak Kecil

Meski Uni Eropa adalah penyumbang bantuan kemanusiaan terbesar ke Gaza, banyak pihak menilai kekuatan ekonomi itu tak diimbangi dengan pengaruh politik yang nyata. “Keengganan Eropa dan Inggris untuk menekan Israel dan menegakkan hukum humaniter internasional merusak kredibilitas mereka sendiri,” ujar Olivier De Schutter, Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia.

“Kejahatan perang terjadi dalam skala besar. Bahkan jika tidak diakui sebagai genosida, tetap ada kewajiban moral untuk bertindak,” kesal Olivier.

Menurutnya, kelambanan Uni Eropa justru melemahkan daya tawar mereka dalam isu-isu global lain. Seperti meminta negara-negara di Afrika, Asia, atau Amerika Latin mendukung sikap Eropa terhadap Rusia dalam perang Ukraina.

Israel tetap bersikukuh bahwa tindakannya sah menurut hukum internasional, dengan misi untuk menghancurkan Hamas dan memulangkan sandera yang masih ditahan sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel.

Namun di internal Uni Eropa, perpecahan politik domestik di antara 27 negara anggotanya membuat kesepakatan bersama nyaris mustahil. Sebelas negara anggota, termasuk Irlandia, Spanyol, Belgia, Slovenia, dan Swedia telah mengakui negara Palestina dan mendesak agar perjanjian dengan Israel ditangguhkan.

Tapi aturan pengambilan keputusan luar negeri Uni Eropa mengharuskan keputusan diambil secara bulat, sehingga satu negara yang tidak setuju bisa memveto langkah tersebut. Dalam kasus ini, Jerman, Austria, Hungaria, Slovakia, dan Republik Ceko menentang penangguhan perjanjian.

Austria, misalnya, menilai bahwa menangguhkan perjanjian tidak akan membantu rakyat Gaza. “Yang akan terjadi justru keruntuhan dialog dengan Israel,” kata Menteri Luar Negeri Austria Beate Meinl-Reisinger.

Sementara itu, Jerman, dengan beban sejarah Holocaust, cenderung hati-hati. Kanselir Friedrich Merz mengatakan intensitas serangan ke Gaza saat ini tidak bisa lagi dibenarkan, namun tidak mendukung penghentian perjanjian dengan Israel. Slovakia dan Hungaria bahkan dikenal lebih dekat secara politik dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Seruan dari Irlandia dan Kekecewaan Mendalam

Salah satu suara paling keras datang dari Irlandia, yang Menteri Luar Negerinya, Simon Harris, menyebut respons UE terhadap Gaza sebagai: “Terlalu lambat dan terlalu banyak nyawa yang dibiarkan hilang, saat genosida berlangsung.”

Israel membantah tudingan genosida, dan ketika menutup kedutaan besarnya di Dublin pada Desember lalu, menuduh Irlandia antisemit. Dalam banyak isu global, termasuk Ukraina dan Iran, Uni Eropa kini mulai tersingkir oleh dominasi diplomasi Washington. Namun bahkan dalam isu Gaza, Uni Eropa kesulitan untuk menyatukan suara, apalagi membuatnya didengar dunia.***

 

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan